Kamis, 09 Januari 2014

Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku : Derita Itu Belum Berakhir

dokumen pribadi

Judul : Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku..
Penulis : Dian Nafi
Penerbit : DIVA Press
Tahun terbit : cetakan pertama Mei 2013
ISBN : 978-602-7933-92-7
Tebal : 205 Halaman
Harga : Rp. 23.000

Blurb :
Siapa yang bisa tenang dengan keadaan sepertiku? Susah payah merawat anak-anaknya, rumahnya, ayahnya, ibunya, keluarga besarnya yang dari luar tampak terhormat tetapi sebenarnya kacau. Sedemikian besar pengorbananku, dan inikah balasannya?!

***
Ratri yang telah mengabdikan hidupnya untuk keluarga sang suami harus menerima kenyataan pahit ketika seorang wanita mengaku hamil karena telah berhubungan terlalu jauh dengan suaminya. Hancur hati Ratri mendengar itu. Segala pengorbanannya menjadi sia - sia.

Namun, tak ada yang peduli pada luka yang tergores di batin Ratri. Keluarga suaminya seolah hanya peduli pada status mereka sebagai keluarga yang terhormat di mata masyarakat.

Sebuah kisah yang mengajarkan arti kesetiaan, pengorbanan, dan kesabaran dalam sebuah hubungan. Begitu menyentuh dan mengharukan.

Selamat membaca!

Resensi :

Apa resolusi tahun 2014? Yang masih lajang pasti ingin segera menikah. Tetapi sempatkan sejenak untuk membaca novel ini, karena jika masih berpikir menikah adalah akhir dari cerita cinta kamu, atau bahkan masih membaca cerita yang berujung 'Hidup bersama selamanya dan bahagia', di novel ini kamu tidak akan menemukan kebahgiaan seperti itu.

Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku, menceritakan tentang permasalah rumah tangga. Bahkan terkesan menampar kita untuk selalu melihat realita dalam mengarungi rumah tangga. Jangan menganggap jika sudah menikah berarti selesai sudah cerita cinta yang telah dirajut. Justru menikah itu merupakan bentuk ujian suami istri apakah mampu mengarungi samudera kehidupan meskipun badai datang silih berganti? Apakah suami istri masih mampu menjalankan kapal rumah tangganya meskipun sang nahkoda (suami) telah melakukan hal yang dianggap sebagai pengkhianatan cinta?

Membaca novel ini seperti membaca buku diary seorang Ibu Rumah Tangga yang memang mendedikasikan hidupnya untuk mengurus rumah tangga (suami, anak - anak, mertuanya). Kalau menurutku, konfliknya memang tentang perselingkuhan, konflik yang umum. Namun, tetap hangat dan panas jika diangkat ke permukaan. Membaca blurb bukunya sudah membuat harap - harap cemas, bagaimana bentuk perselingkuhannya? Siapa yang selingkuh? Terus cerai atau nggak? Korban perselingkuhan dan pelakunya bagaimana menghadapi permasalahan tersebut. Memberondonglah pertanyaan itu, maklum namanya juga wanita, kalau membaca / mendengar kata perselingkuhan, rasanya ingin mencerca.

Awal cerita di buka dengan quote yang sengaja ditulis oleh si penulis atau sekedar quote dari beberapa tokoh. menggunakan POV 1, membuat pembaca (aku) akan membaca buku diary seorang Istri sekaligus Ibu Rumah Tangga si tokoh utama yaitu Ratri. Pada Bab 1, dibuka dengan menebarkan misteri yang akan dihadapi Ratri. Tidak akan menemukan konflik yang berkelok - kelok atau menukik tajam, novel ini cenderung bercerita layaknya pembaca (aku) sebagai tempat curhat Ratri tentang kehidupannya, jadi ya cenderung  bercerita tentang anaknya - anaknya, bagaimana jerih payah Ratri mengurus Ayah mertuanya dan hubungan antara intern keluarga. Ketika Ratri berdialog dengan Ayah mertua, akan mendapat beberapa petuah - petuah yang memang sebagai pelajaran kehidupan.

Di dalam bukunya, Malcom mencoba mengangkat berbagai realitas yang telah terjadi dalam kehidupan manusia, di suatu waktu dan tempat tertentu, untuk menjelaskan bagaimana pandangannya tentang konsep outliers yang ia pahami. (halaman 44).
Meskipun POV 1, tidak terkesan membosankan meskipun jalan ceritanya terkesan lambat karena ya memang menceritakan keseharian Ratri. Sesekali ada bentuk ekspresi yang membuat pembaca (aku) ikut jengkel, atau marah.

Dhuar!!!
Mas Ir ternyata tidak mengelak sama sekali. Berbeda dengan perkiraan dan asumsiku sebelumnya. Dan yang juga tidak kuprediksi adalah, dia bahkan langsung menangis dan memohon - mohon padaku untuk tidak meninggalkannya. (Halaman 68).

Ada sih yang mengganjal di novel ini , yaitu setting waktu, yang tiba - tiba cerita menunjukkan telah Lebaran, padahal pada awalnya cerita ini menunjukkan keseharian Ratri yang menceritakan jika hari Minggu anaknya bermasin sepeda, atau hari - hari biasa mengurus Ayah mertua. Jika muncul setting waktu lebaran, pastinya ada waktu Ramadhan, tetapi cerita sebelumnya tidak ada cerita Ramadhan. Mungkin si penulis memunculkan setting waktu lebaran, menunjukkan betapa lamanya kejadian dari Mas Ir, Suami Ratri ketahuan selingkuh hingga Ratri yang masih belum menentukan sikap akan bercerai atau memaafkan.

Lebaran mestinya seru karena mereka yang hijrah sementara ataupun permanen ke kota - kota lain pasti juga pulang ke kampung halaman. (halaman 132).
Lebaran yang kutungu-tunggu akhirnya datang. Betapa lamanya waktu berlalu. Rasanya, hari demi hari berlalu sangat lama dan juga menjenuhkan. (halaman 187).
Penyelesaian konflik dilakukan secara intern , hanya dengan keluarga besar Ratri dan Mas Ir. Sempat berharap sih, bagaimana jika Ratri melabrak (memarahi) si wanita penggangu rumah tangganya, nggak bisa membanyangkan apa yang terjadi, jambak - jambakan, atau malah bersilat lidah.

Sosok Ratri merupakan sosok wanita yang memang nggak munafik .Siapa sih yang rela suami yang dicintainya selingkuh di belakangnya, wanita yang memang tidak mudah memaafkan dan tidak begitu saja meluluskan niatnya untuk bercerai dengan suaminya.

Buku ini memperlihatkan kepada pembaca (aku), bagaimana menghadapi perselingkuhan. Apakah perselingkuhan memang sengaja dibuat oleh si pelaku atau hanya perselingkuhan itu sebagai kecelakaan semata. Siap - siap deh kalau baca buku ini, pengin jambak atau pukul Mas Ir yang sikapnya membuat gemas.

2 komentar :

moderasi dulu yaaa